Metode trigonometris prinsipnya adalah mengukur jarak langsung (jarak miring), tinggi alat, tinggi benang tengah rambu dan sudut vertikal (zenith atau inklinasi) yang kemudian direduksi menjadi informasi beda tinggi menggunakan alat theodolite. Seperti telah dibahas sebelumnya, beda tinggi antara dua titik dihitung dari besaran sudut tegak dan jarak. Sudut tegak diperoleh dari pengukuran dengan alat theodolite sedangkan jarak diperoleh atau terkadang diambil jarak dari peta. Pada pengukuran tinggi dengan cara trigonometris ini, beda tinggi didapatkan secara tidak langsung, karena yang diukur di sini adalah sudut miringnya atau sudut zenith. Bila jarak mendatar atau jarak miring diketahaui atau diukur, maka dengan memakai hubungan - hubungan geometris dihitunglah beda tinggi yang hendak ditentukan itu. Bila jarak antara kedua titik yang hendak ditentukan beda tingginya tidak jauh, maka kita masih dapat menganggap bidang nivo sebagai bidang datar. Akan tetapi bila jarak yang dimaksudkan itu jauh, maka kita tidak boleh lagi memisahkan atau mengambil bidang nivo itu sebagai bidang datar, tetapi haruslah bidang nivo itu dipandang sebagai bidang lengkung, Disamping itu kita harus pula menyadari bahwa jalan sinarpun bukan merupakan garis lurus, tetapi merupakan garis lengkung. Jadi jika jarak antara kedua titik yang akan ditentukan beda tingginya itu jauh, maka bidang nivo dan jalan sinar tidak dapat dipandang sebagai bidang datar dan garis lurus, tetapi haruslah dipandang sebagai bidang lengkung dan garis lengkung. Titik A dan B akan ditentukan beda tingginya dengan cara trigonometris. Prosedur pengukuran dan perhitungannya adalah sebagai berikut: Tegakkan theodolite di A, ukur tingginya sumbu mendatar dari A. Misalkan t, Tegakkan target di B, ukur tingginya target dari B, misalkan l, Ukur sudut tegak m (sudut miring) atau z (sudut zenith), Ukur jarak mendatar D atau Dm (dengan EDM), dan Dari besaran-besaran yang diukur, maka: Sudut tegak ukuran perlu mendapat koreksi sudut refraksi dan bidang-bidang nivo melalui A dan B harus diperhitungkan sebagai Permukaan yang melengkung apabila beda tinggi dan jarak AB besar dan beda tinggi akan ditentukan lebih teliti. Lapisan udara dari B ke A akan berbeda kepadatannya karena sinar cahaya yang datang dari target B ke teropong theodolite akan melalui garis melengkung. Makin dekat ke A makin padat. Dengan adanya kesalahan karena faktor alam tersebut di atas hitungan beda tinggi perlu mendapat koreksi. Dimana: k = koefisien refraksi udara = 0.14 R = jari-jari bumi 6370 km Besarnya sudut refraksi udara r dapat dihitung dengan rumus:R = rm . Cp . Ctrm = sudut refraksi normal pada tekanan udara 760 mmHg, temperatur udara 100C dan kelembaban nisbi 60% Agar beda tinggi yang didaptkan lebih baik, maka pengukuran harus dilakukan bolakbalik. Kemudian hasilnya dirata - ratakan, dapat pula beda tinggi dihitung secara serentak dengan rumus: dimana: HA dan HB tinggi pendekatan A dan B (dari peta topografi) m1’, m2’ sudut miring ukuran di A dan B t dan 1 dibuat sama tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar